Pantesan novel pemenang I Sayembara Novel DKJ yang saya punya cuma Saman (Ayu Utami, 1998) dan Tanah Tabu (Anindita S. Thayf, 2008). Di mana sisanya? Ternyata sejak tahun 1998 memang vakum hingga tahun 2003, lalu ada lagi tahun 2006, 2008, 2010, dan sejak itu akan diadakan setiap dua tahun sekali. For further info, cek di sini. Saya sih memiliki tekad mulia untuk memiliki tiap novel pemenang I-nya. Kenapa cuma pemenang I? Ya maunya begitu, suka-suka saya dong :p
Nah, kemaren, melihat Dadaisme (Dewi Sartika, 2003) di obral buku Gramedia. Ya udah, saya beli. 



Adalah Nedena, bocah usia 10 tahun yang sangat suka menggambar langit. Tapi langitnya selalu berwarna selain biru. Oleh gurunya, Nedena disarankan menemui teman si guru ini, seorang psikiater di kota bernama dr. Aleda. Kenapa psikiater? Karena selain tidak mewarnai biru pada langit, Nedena juga menolak untuk bicara. Padahal ia bisa. Tapi ia tak mau. Ia hanya mau bicara dengan Michail, bocah berpakaian abu-abu dan bersayap sebelah berwarna hitam. Itu pun hanya bicara dalam hati.
Sementara itu, Yossy, seorang anak perempuan lain di kota, juga sangat suka menggambar dan warna biru adalah warna yang paling sering ia gunakan.
Semua tokoh dalam novel ini berhubungan, beberapa di antaranya juga mampu melihat Michail. 
Itulah sebabnya saya suka karya-karya Pemenang Sayembara Novel DKJ ini, sebab pasti memiliki tiga syarat ini:
1. Sudut pandangnya menarik
2. Nuansa lokalnya kental
3. Endingnya mengejutkan

Walaupun Dadaisme agak membingungkan. Bila dalam Tanah Tabu, tokoh 'diaan' dan 'akuan' yang digunakan konsisten mengacu pada orang yang sama, dalam Dadaisme ada dua 'kamu', dua 'dia', dua 'aku' dan dua 'saya', sehingga butuh waktu untuk dapat 'masuk' ke dalam cerita. Misalnya, 'kamu' pada Bab 5 mengacu pada Tresna, ibu Yossy. Sehingga saat ada 'kamu' lagi pada Bab 12, saya langsung berasumsi ini pasti Tresna. Tapi sejalan dengan berlalunya cerita, saya tahu itu bukan Tresna.
Begitu juga 'saya' pada Bab 3, mengacu pada dr. Aleda sehingga saat ada 'saya' di dalam Bab 8, saya langsung mengaitkannya dengan dr. Aleda. Apalagi inti ceritanya adalah tentang seorang perempuan yang sedih dan kesepian karena akan ditinggal menikah oleh sahabat perempuan satu-satunya. Tapi kok terus si 'saya' ini meninggal di akhir cerita? Jadi ini bukan dr. Aleda, dong. Terpaksa saya merekonstruksi lagi cerita yang sudah terjalin dalam benak saya.
Kesan saya setelah membaca novel ini: capek.
Mungkin karena penulisnya terinspirasi dengan aliran dadaisme itu sendiri yang mengembalikan seni pada seni. 
Aliran Dadaisme muncul saat berkecamuknya Perang Dunia I, di bulan Februari 1916, di mana saat itu keadaan dalam rongrongan perang. Nama Dada begitu saja diambil dari sebuah kamus Jerman-Perancis yang kebetulan berarti ‘kuda mainan’. Sinisme dan ketiadaan ilusi adalah ciri khas Dada, yang diekspresikan dalam bentuk main-main, mistis ataupun sesuatu yang menimbulkan kejutan. ( Soedarso, 1990: 99).  
Info lebih lengkap bisa googling sendiri, ya ^_^
Tapi seperti dua novel pemenang yang telah saya sebutkan sebelumnya, novel ini meninggalkan bekas yang dalam di hati saya. Dalam. Banget. Khas pemenang novel DKJ, lah ^_^
Jadi, kamu-kamu yang suka novel surealis, bisa coba baca novel ini ^_^

0 komentar: